Minggu, 30 Maret 2008

Lautan Gamis di Baiturahman...

SEJAK Sabtu (29/3) pagi, kesunyian Masjid Baiturahman itu sudah terenggut. Lepas sholat Subuh, mereka sudah bekerja, ada yang memasak, merapikan masjid, juga sekaligus menyambut tamu. Ada hajatan besar yang berlangsung Sabtu malam hingga Minggu (30/3) pagi.

Masjid yang berlokasi di kawasan Sungaijang, Tanjungpinang itu terpilih sebagai tempat bertemunya sekitar seribuan anggota Jemaah Tabligh dari pelosok Kepri. Mereka datang Sabtu pagi. Bahkan yang dari Malaysia, sekitar sepuluh orang jumlahnya, sudah datang sejak Jumat kemarin.

Ini pertemuan pertama di tahun ini, setelah pada akhir tahun lalu, mereka menggelar pertemuan serupa di Tanjungbalai Karimun. Pertemuan sendiri digelar tiap empat bulan sekali, berpindah-pindah, dari Tanjungpinang, Batam, hingga Tanjungbalai Karimun.

Berkumpulnya mereka di Masjid Baiturahman mengundang ketertarikan tersendiri bagi warga yang melintas. Sejak dulu, seantero kota sudah paham bahwa masjid itu adalah tempat bertemunya para anggota Jemaah Tabligh.
Sabtu pagi itu, orang-orang yang mencintai Tuhannya itu datang dengan memakai gamis putih-putih. Celana mereka tak menyentuh mata kaki, tergantung sejengkal dari telapak kaki. Sementara baju mereka yang juga berwarna putih terjulur sampai beberapa jengkal dari atas lutut. Janggut mereka panjang, dan banyak dari mereka memakai kopiah bulat.

Orang menyebut mereka dengan nama Jemaah Tabligh. Bahkan ada yang memberikan julukan tak sedap “Jemaah Kompor”. Munculnya sebutan ini karena setiap melakukan perjalanan dari masjid ke masjid, para lelaki bergamis itu selalu membawa kompor dan alat masak lainnya.

Namun mereka sendiri tidak menamakan diri mereka apapun. Semua sebutan itu diberikan oleh orang luar. “Kami ini tak ada nama. Jemaah saja. Tapi orang serings ebut Jemaah Tabligh. Tak apalah,” kata Huzrin Hood, mantan Bupati Kepri yang merupakan satu di antara sekian tokoh utama di Jemaah Tabligh Masjid Baiturahman.

Lantas apa tujuan pertemuan tersebut? Huzrin yang ditemui Sabtu pagi saat mempersiapkan penyambutan kedatangan seribuan jemaah itu mau berbagi cerita sedikit. Menurutnya, pertemuan itu tak lain untuk bermusyawarah sekaligus berdakwah dan bersilaturahmi sesama umat muslim.

Termasuk di dalamnya akan dibahas pengiriman jemaah untuk berdakwah ke berbagai pelosok. “Ke seluruh dunia,” kata Huzrin, tersenyum. Seluruh dunia yang dimaksud oleh Huzrin berpatokan pada kemampuan ekonomi para jemaah. Bila kondisi keuangan mereka belum cukup, maka seluruh dunia yang dimaksud bisa diterjemahkan menjadi ke berbagai pulau-pulau di Kepri. “Sampai ke Pulau Laut, di Natuna sana,” lanjutnya.

Selain itu, pertemuan ini juga sekaligus untuk mempersiapkan delegasi mereka yang akan dikirim mengikuti pertemuan Jemaah Tabligh se-Indonesia yang rencananya di gelar Agustus mendatang di Bumi Serpong Damai, Jakarta.

Tapi di balik semua persiapan itu, Muhamad Farouq menjadi orang paling sibuk. Ia dipercaya mengurusi makanan sekitar seribuan jemaah. Maka ia meminta sekitar 40 rekannya untuk membantu membuat dapur umum, di bagian samping masjid.

“Kita potong 10 ekor kambing,” kata Farouq. Makan dibagi menjadi tiga kali. Selain kambing, menunya adalah ayam. Lantas dari mana semua dana ini di dapat? Hendri Kurniawan, seorang anggota panitia menyebut, dana itu didapat dari sumbangan sukarela antarmereka. Kalau sanggup, ada yang menyumbang Rp 10 ribu, ada juga yang Rp 100 ribu. “Semuanya dengan keikhlasan saja,” kata Hendri. (trisno aji putra)

Tidak ada komentar: