Selasa, 07 Februari 2012

Melayu.....


Melayu

KEMARIN, mereka berkumpul di Daek, Lingga membicarakan tentang Melayu. Satu pengakuan disebut: bahwa Daek adalah Bunda Tanah Melayu.

Mungkin, membicarakan tentang Melayu di tengah gempuran budaya massa yang telah masuk jauh ke seluruh ruang kesadaran hidup kita, jelas bukanlah persoalan yang mudah. Bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun, mungkin Melayu adalah sebuah kebanggan. 

Mereka terlahir ketika mall, diskon, budaya pop, MTV, dan sejenis produk budaya massa belum menusuk masuk sampai ke sendi-sendi kehidupan.

Tapi bagi mereka yang kini masih berusia 20  tahun, jelas, Melayu adalah sebuah kealpaan.
Andai saja kemarin David Beckham datang ke Lingga dan ikut seminar tentang Melayu, mungkin ceritanya akan lain. Membandingkan seminar sejarah dan budaya di Lingga dengan kedatangan David Beckham ke Jakarta, jelas bukan hal yang adil. Segelintir media saja yang melakukan liputan di Lingga, dan gaungnya juga sebatas kepada mereka yang memang sedikit peduli dan menaruh harapan pada budaya dan sejarah. 

Tapi coba bandingkan dengan liputan kedatangan Beckham dua pekan lalu ke Jakarta. Saat itu, televisi bahkan lupa bahwa pada hari yang sama, masih banyak kasus korupsi yang belum dituntaskan, juga  masih banyak debat politik yang belum habis di negeri ini.

Untuk hari itu, tiba-tiba hampir seluruh media massa bersepakat dalam satu hal: mari kita lupakan sejenak kepedihan tentang negeri ini, dan nikmatilah kedatangan Beckham.

Beckham adalah juru bicara dari generasi yang dibesarkan oleh budaya massa. Ia menjadi dewa, dan sekaligus identitas. Lihat saja, begitu banyak anak muda yang kemudian mengubah gaya sisiran rambut mereka seperti Mohawk, begitu si Tuan Beckham melakukan hal itu.

Kini memang semua orang membutuhkan segala sesuatu yang berbau budaya massa. Mereka butuh diskon yang sampai nyaris seratus persen; mereka juga butuh membeli pembersih rambut yang sering ditampilkan dalam iklan di layar kaca; juga mereka butuh mendengarkan lagu yang temanya soal alamat itu.

Maka Melayu kemudian terlupakan. Tapi di tengah gempuran globalisasi, kita tetap butuh Melayu. Globalisasi membuat orang berbicara tentang penyeragaman. Di Eropa dimulai dari mata uang, setelah itu akan masuk ke wilayah lain. Namun penyeragaman, berarti adalah keuntungan bagi yang kuat dan siap. Sementara bagi yang lemah dan tidak siap, penyeragaman berarti juga bisa jadi sebuah penindasan.

Karena itulah, kita membutuhkan Melayu, sebagai sebuah identitas global kita. Bahwa dari tujuh miliar penghuni muka bumi ini, ada sekitar setengah miliarnya yang masuk kategori Melayu. Mereka tersebar dari penghujung timur Indonesia, sampai ke Afrika Selatan.

Setengah miliar berarti sebuah kekuatan, kekuatan untuk menjadi dan mengidentikan diri. Bahwa kemudian kita butuh identitas; bahwa kemudian kita butuh sekelompok orang yang merasa bisa senasib dan sepenanggungan; bahwa kemudian kita membutuhkan kegemilangan sejarah masa lampau sebagai  landasan melompat ke masa depan; bahwa kemudian kita butuh kerjasama-kerjasama yang bernama ekonomi dan keuntungan bersama; karena itulah, kita membutuhkan Melayu. (trisno aji putra)   

Kamis, 02 Februari 2012

Tomioka


Tomioka

BEBERAPA bulan lalu, masih ada 52 ribu orang yang menghuni kota itu. Tapi kini, Tomioka adalah kota hantu, dengan tak seorang pun berani tinggal di sana.

Adalah nuklir yang menjadi hantu itu. Kebocoran reaktor nuklir yang tak jauh dari kota, telah membuat pemerintah Jepang mengambil keputusan cepat: mengungsikan seluruh warga kota.

Kini, di depan batas kota, serdadu berjaga dengan moncong senapan terkokang. Tidak ada seorang pun boleh masuk ke dalam kota.

Seandainya kita bisa masuk ke sana, maka kita bisa berimajinasi bahwa kita menjadi orang yang serba “ter” di kota itu. Kita bisa mengatakan diri kita terkaya, tercantik, termuda, atau bahkan tertua di kota itu. Sebab, tak ada seorang pun lagi di sana yang bisa menjadi pembanding kita. Tapi siapakah yang berani masuk Tomioka sekarang?

Jalan-jalan kota menjadi lengang. Gedung bertingkat, mall, pasar, sampai tempat ibadah menjadi bisu. Buah peradaban manusia itu pun akhirnya bakal hancur oleh manusia itu sendiri.

Mari kita bayangkan sekarang: andai tak perlu ada rasa permusuhan, andai tidak ada ego intelektual, andai tak ada dana rakyat yang digunakan untuk membangun reaktor nuklir.

Dunia kini tengah tumbuh dalam rasa permusuhannya sendiri. Para petinggi negara dari belahan utara sampai selatan bisa duduk bareng dan menjadi anggota PBB. Setelah sidang, mereka bisa bersalam-salaman dan berpose dengan senyum perdamaian menghiasi wajah. Tapi ketika mereka pulang ke negerinya, maka para pemimpin negara itu pun meneken persetujuan untuk membangun persenjataan militer, dan mengucurkan dana untuk proyek nuklir.

Sampai saat ini, nuklir masih dianggap sebagai senjata pamungkas. Mirip dengan keris Tamin Sari yang pernah dimiliki Hang Tuah dulu. Amerika dan Israel kini mati-matian memojokkan Iran karena proyek nuklirnya. Tapi di dalam negeri mereka sendiri, dua negara itu pun membangun kekuatannya nuklirnya juga.      

Sejumlah futurolog pun kemudian mendeskripsikan masa depan kita yang suram: bahwa perang dunia ketiga akan dipungkasi oleh kehancuran global akibat nuklir. Setelah itu, bisa jadi kiamat datang.

Mari kita kembali ke Tomioka. Di antara 52 ribu penduduk kota di sana, terselip belasan ribu anak-anak yang langkahnya masih panjang. Kini nuklir telah merengut tempat bermain mereka, memindahkan mereka ke tenda-tenda pengungsian. Dan sebentar lagi, para sejarawan Jepang pun akan segera menghapus Tomioka dari peta negara itu.

Kota itu akan menjadi kota yang hilang, seperti halnya Atlantis dulu. Namun tidakkah kita pernah menyadari bahwa, kita akan selalu gagal untuk menghapus kota itu dari ingatan belasan ribu anak-anak Tomioka. Setiap kita pasti memiliki kenangan masa kecil yang indah, tempat di mana kita tumbuh dalam keceriaan. Dan tempat itulah yang tak akan pernah bisa terengut dari ingatan kita, sampai maut kemudian datang ke dalam diri kita. *  

Selasa, 01 November 2011

Penduduk Bumi


SEMALAM, bumi yang kita tempati ternyata telah berisi tujuh miliar manusia. Ada pesta yang berlangsung, tapi lebih banyak kecemasan.

Di Zambia, sebuah negara di Afrika, kedatangan manusia ketujuh miliar itu disambut dengan lomba cipta lagu bertema tujuh miliar. Sesama negara Afrika lainnya, Pantai Gading, bikin acara komedi. Di utara, dari Rusia, pemerintah setempat menyiapkan kado untuk menyambut manusia ketujuh miliar. Sementara di Vietnam, ada konser 7B:
 Counting On Each Other.

Tapi tak semua senang. Sekjen PBB Ban Ki-moon justru muram. "Siapapun yang lahir, dia akan lahir dalam dunia yang penuh kontradiksi. Banyak makanan, tapi miliaran orang kelaparan. Banyak yang hidup mewah, tapi masih banyak yang hidup tidak sejahtera," katanya.

Saya jadi teringat pelajaran ekonomi sewaktu masih bersekolah di SMA Negeri 2 Tanjungpinang dulu. Guru ekonomi saya bercerita tentang Thomas Robert Malthus. Saya tak kenal Malthus. Tapi teorinya cukup menggelitik. Bahwa pertambahan manusia sesuai dengan deret ukur (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya). Sedangkan persediaan makanan cenderung bertumbuh secara deret hitung (misalnya, dalam deret 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan seterusnya).

Akibatnya jelas, suatu saat, kelaparan akan menjadi persoalan terbesar hidup manusia. Dan kelaparan, dalam sejarah, adalah tragedi besar yang tak pernah terselesaikan. Bisa saja kita membuka lahan persawahan jutaan hektar, tapi besok, atau lusa, siapa yang bisa menjamin semua lahan itu tidak mengalami gagal panen.

Karena itu, Ban Ki-moon pun benar, ketika mengatakan banyak makanan, tapi masih ada yang kelaparan. Somalia kini tengah dalam tragedi kelaparan. Seperti sebait lirik lagu Iwan Fals, hitam kulitmu, sehitam nasibmu, kawan.

Tapi itu di Somalia, nun jauh di Afrika sana. Benarkah masih ada yang kelaparan di sekitar kita? Setahun yang lalu, saya membaca koran, seorang ibu dan anak tewas karena kepalaran di Tanjunguban.   

Lepas dari persoalan kelaparan, berarti apakah angka tujuh miliar itu bagi kita? Jelas, bumi akan semakin gaduh. Ia tidak lagi menjadi ruang yang sepi untuk kontemplasi. Bahkan beberapa hari lalu, rapat para menteri Nepal digelar di tempat terbuka, di punggung Gunung Himalaya. Tak ada lagi tempat kontemplasi.

Tapi angka tujuh miliar itu bisa macam-macam. Bila Anda seorang politisi, maka tujuh miliar berarti suara potensial yang bisa mengantarkan Anda ke puncak kekuasaan. Bila Anda seorang marketing, tujuh miliar berarti adalah pangsa pasar yang semakin besar. Bila Anda seorang pelawak, maka tugas akan semakin berat. Membuat satu orang tertawa saja sudah susah di zaman ketika harga-harga melambung tinggi. Apalagi tujuh miliar. Lain halnya bila Anda berbalik: menertawakan angka tujuh miliar itu.

Dan bagi Anda seorang psikiater, tujuh miliar manusia berarti adalah tujuh miliar tingkah laku. Bayangkan, untuk memahami seorang yang telah hidup bersama kita bertahun-tahun saja, kadang masih sulit. Apalagi ketika kita harus berbagi dengan tujuh miliar perilaku yang berbeda.

Lantas apakah sebenarnya makna tujuh miliar itu? Kita mungkin sampai saat ini tidak akan pernah paham kapan umur bumi akan berakhir. Tapi yang kita pahami bahwa, perang, kelaparan, kejahatan, adalah bagian tak terpisahkan dari masa depan bumi yang semakin suram ini. Ketika melihat aneka perilaku manusia yang kelewat batas itu, kita mungkin akan segera memahami bahwa, mengapa kemudian agama diturunkan untuk manusia. Bayangkan, dengan agama saja, perang masih terjadi, kelaparan masih merajalela, ketidakadilan terus berlangsung, dan penindasan seperti tanpa akhir. Apalagi kalau tidak ada agama?

Akan lain halnya kalau kemudian manusia mulai berbicara tentang konsep berbagi. Bahwa, Senin kemarin, di dalam benak kita harus segera terlintas bahwa setiap apapun yang kita miliki, harus kita bagi menjadi sepertujuh miliar. Ketika kita melihat sebuah hamparan tanah, maka kita pun harus berpikir, bahwa ada hak tujuh miliar orang di sana. Maka kita pun hanya boleh mempergunakan sepertujuh miliar saja dari tanah tersebut. Mungkin persoalannya akan selesai, dan bumi menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Tapi apakah itu mungkin?

Bumi, dengan tujuh miliar penghuninya, kini ternyata menjelma menjadi gagasan yang suram. Ban Ki-moon tidak salah. Tujuh miliar bukan berarti pesta hura-hura, melainkan adalah sebuah tonggak kesadaran kita, bahwa sudah saatnya kita harus membagi hidup kita dengan tujuh miliar orang lainnya. (*)   


Minggu, 28 Agustus 2011

Dzeko, The New Legend of City


(foto: bola.net)


"Beri dia kesempatan. Sulit bagipemain untuk berkembangketika pindah di tengah musim. Tahun depan dia akan mengubah segalanya," kata Steve Mc Laren, pelatih Wolfsbug, klub lama Edin Dzeko.


Dan Steve benar. Dalam kelanjutan Liga Inggris Minggu (28/8) malam, Dzeko tampil menggila. Ia menyarangkan empat gol ke gawang Friedl, kiper Totenham Hotspur.

30 menit pertama pertandingan, Dzeko tak tergambar, alias tak tampak di layar kaca. Tapi setelah itu, ia menjadi mimpi buruk bagi barisan pertahanan Totenham, klub yang musim lalu berada di peringkat lima Liga Inggris. Menit 32, ia mencetak gol pertamanya, setelah menerima umpan matang dari Samir Nasri, rekannya yang tampil dalam debut memakai seragam City itu. Menjelang turun minum, kembali dengan umpan matang Nasri, Dzeko membuat gol kedua dengan kepalanya.

Sampai di situ, sorot kamera pun mengarah kepadanya saat turun minum. Bayangkan, di tiga laga perdana Liga Inggris 2011/2012 ini, ia tak jeda membuat gol. Satu gol ia sarangkan ke gawang Swansea City, lalu lima hari kemudian giliran gawang Bolton yang ia jebol. Bila dihitung dengan laga pembuka, yakni Community Shield melawan Manchester United, praktis Dzeko sudah membuat lima gol di empat pertandingan pertamanya. Rekor ini sebenarnya pernah dilakukan oleh Gabriel Omar Batistuta sewaktu membela Fiorentina dulu.

Saat memasuki babak kedua, Dzeko tampil lebih kalem. Bersama tandem barunya, Sergio Kun Aguero, mereka terus mencoba menciptakan ruang untuk menjebol gawang Totenham. Dan kembali, umpan terobosan yang dibuat oleh Yaya Toure, dengan dingin ditendang oleh Dzeko. Hasilnya, ia mencetak hatrick, dan membawa City unggul 3-0.

Aguero yang tak mau ketinggalan, kemudian ikut membobol gawang Totenham kembali. Lagi-lagi lewat asist Samir Nasri dari sayap kiri lapangan. Setelah itu, City pun tampil lebih santai. Mereka menguatkan pertahanan dari lini tengah ke belakang. Dzeko pun tampak sering turun ke bawah membantu pertahanan. Namun Totenham berhasil mencuri satu gol lewat Younis Kaboul.

Mancini, sang pelatih yang dikenal dengan gaya sepakbola defensifnya musim lalu pun menarik keluar Aguero, memasukkan Savic, seorang bek. Alhasil, City menempatkan lima bek sekaligus. Wajar strategi ini ditempuh, mengingat apalagi yang akan dikejar oleh sebuah tim yang sudah unggul 4-1. Dzeko pun diletakkan sendirian di depan. Tapi yang terjadi kemudian adalah serangan balik yang menghentak. Gereth Barry mengirim bola ke Dzeko, dan dengan dingin, si pemuda muslim asal Bosnia ini pun menendang dari luar kotak pinalti. Hasilnya, kembali satu gol tercipta di masa injury time. Quatrick untuk Dzeko.

Dulu, ketika baru merumput di Liga Jerman, Dzeko butuh satu musim untuk beradaptasi. Ia tidak bisa melakukan banyak hal. Namun di musim keduanya, ia mencetak lebih dari 20 gol dan menjadi top skorer Liga Jerman. Hal inilah yang membuat Steve Mc Laren meminta Mancini dan fans City bersabar ketika melihat Dzeko tidak juga membuat banyak gol di pertengahan musim lalu. Dan Steve benar. Dzeko butuh waktu menyesuaikan diri. Setelah enam bulan lebih bersama rekan-rekannya, ia jadi paham karakter Liga Inggris yang keras.

Di awal musim, Dzeko berjanji bahwa ia akan mencetak banyak gol pada musim ini. Dan janji itu ditepati oleh pemuda yang dikenal oleh para mantan pelatihnya ini sebagai sosok yang santun dan tidak banyak mencari kontroversi.

Kini, ia sudah mencetak enam gol dari tiga pertandingan awal Liga Inggris. Berarti, rata-rata Dzeko mencetak dua gol dalam satu pertandingan. Sebuah pencapaian yang luar biasa di tengah ketatnya Liga Inggris. Apakah ia akan mencetak lebih banyak gol lagi di musim ini, waktu yang akan menjawabnya. Yang jelas, dengan kekuatan lini tengah City, tentu Dzeko akan dimanjakan oleh umpan-umpan memikat. Lihat saja di lini tengah City, ada David Silva, Samir Nasri, Yaya Toure, Gereth Barry, James Milner, Adam Jhonson, dan juga Nigel de Jong: nama-nama yang akan membuat barisan pertahanan lawan ketar-ketir menunggu ke mana arah bola yang akan mereka lesakkan dari kaki mereka.

Itulah jejak perjalanan si pemuda Bosnia ini. Tak banyak yang tahu bahwa Dzeko nyaris kehilangan mimpinya menjadi pemain sepakbola akibat perang. Tentara Serbia melumat kampung halamannya. Ia dan jutaan muslim Bosnia lainnya pun menjadi pengungsi perang. "Tapi masa lalu saya membuat saya kuat," kata Dzeko. Ya, pemuda ini lahir dengan mental yang diasah oleh perang. Siapa pun akan tahu bahwa perang hanya akan melahirkan dua jenis mental manusia: mereka yang depresi dan kehilangan harapan, dan satu kelompok lagi adalah mereka yang liat, kuat, dan tidak mudah patah semangat. Mungkin Dzeko masuk dalam kelompok yang kedua ini.

Ketika memulai debutnya di Liga Inggris Januari silam, ia memang tidak membuat gol. Ia hanya mampu membuat asist untuk Tevez. Namun sejumlah pengamat memuji penampilannya. Dan sejumlah pengamat memprediksi bahwa ia akan menjadi legenda baru di Etihad Stadium. Apakah prediksi itu akan terbukti? Mari kita sama-sama tunggu hingga akhir musim ini...... (trisno aji putra)

Minggu, 21 Agustus 2011

Dzeko: One Game, One Goal

Edin Dzeko kembali menunjukkan ketajamannya di lini depan Manchester City. Ini adalah musim kedua ia membela Biru Langit. Melawan Swansea pekan lalu, Dzeko menyumbang satu gol untuk kemanangan City 4-0 atas Swansea. Barusan kembali ia menyumbang satu gol saat City melumat Bolton 3-2.


Bila ada pertanyaan, siapa calon top skorer Priemer League musim ini, maka kandidatnya hanya berkutat pada beberapa nama: Dzeko, Aguero dan Rooney. Namun kans Dzeko terbesar, bila ia tidak dibelit cedera sepanjang musim ini. Bayangkan, Dzeko didukung oleh lini tengah City yang luar biasa menakutkan. Di sana ada David Silva, pemain dengan visi bermain yang luar biasa cerdas. Setiap serangan City selalu bermula dari kaki Silva.

Selain itu, juga masih ada Milner dan Adan Jhonson dari sayap, yang siap mensuplai bola ke kaki Dzeko. Dan tandemnya pun luar biasa, ada Aguero, Tevez, dan Balotelli.

So...siapa yang akan keluar sebagai yang terbaik musim ini, layak untuk ditunggu. Dan Dzeko adalah The Man to Watch Out!

Selasa, 16 Agustus 2011

Manc City Vs Manc United

Setidaknya, Liga Inggris musim ini adalah pertarungan antara dua tim di satu kota yang sama: Manc City dan Manc United. Jelas MU lebih glamour dalam urusan piala, sebab City baru berhasil mengkoleksi Piala FA pada musim lalu, setelah puasa gelar selama 35 tahun terakhir.

Namun semuanya bakal berubah pada musim ini. Terbukti dalam laga perdana City Vs Swansea City, 16 Agustus dinihari, sebelas pemain City menunjukkan perkembangan positif, baik dari aspek teknik, mental, maupun kerjasama tim di lapangan. Sejumlah pengaman memprediksi, andai City mampu menjaga konsistensi sepanjang musim, maka fans City di akhir musim bisa dengan santai menyatakan: Goodbye MU!

Setidaknya, ada sejumlah pemain City yang diprediksi bakal bersinar musim ini. Mereka adalah Edin Dzeko, Sergio Kun Aguero, David Silva, Yaya Toure, dan Joe Hart.

Apa yang akan terjadi dengan City sepanjang musim ini, tentu menarik untuk disimak. Namun yang jelas, satu jargon yang harus kita usung adalah:

MU ADALAH TIM DENGAN MASA LALU, MANC CITY ADALAH TIM DENGAN MASA DEPAN

Bersediakan Anda bergabung dengan masa depan? Bila iya, maka jawabannya adalah lupakan MU, dan lihatlah City. HANYA ADA SATU MANCHESTER DI MANCHESTER, DAN ITU ADALAH CITY.....

Hehehe..untuk para pendukung MU, take it easy bro....


Berikut liputan ttg City di Bola.net


16-08-2011 04:10
Bola.net - Diwarnai dengan pembuktian gol debut dari Sergio Aguero, Manchester City kini siap mengancam klub-klub pemburu gelar Liga Premier Inggris 2011-2012 dengan mengalahkan Swansea City 4-0 di Etihad Stadium, Selasa (16/8).

Di babak pertama, Swansea, yang notabene merupakan klub promosi, menunjukkan kalau mereka siap untuk bersaing di liga tertinggi di Inggris ini. Kolektifitas tim mereka tunjukkan dengan mengimbangi permainan tim tuan rumah. Bahkan, mereka menguasai jalannya pertandingan dengan unggul ball possesion sebesar 55% di babak pertama ini.

Selain itu, rapatnya pertahanan serta gemilangnya penampilan kiper Michel Vorm membuat City yang bertindak sebagai tuan rumah harus sedikit frustasi dengan mencetak peluang dari tendangan luar kotak penalti saja. Apalagi, mistar gawang terlihat bersahabat dengan Swansea. Tercatat dua kali tendangan City melalui Gareth Barry dan David Silva terpaksa membentur mistar.

Setelah bermain tanpa gol di babak pertama, entah apa yang diinstruksikan Roberto Mancini di ruang ganti. The Citizen menggila di babak kedua.

Edin Dzeko menjadi pemecah kebuntuan City di laga ini. Tepat pada menit ke-57 ia mampu membawa tim tuan rumah setelah memanfaatkan bola muntah hasil tendangan Adam Johnson yang gagal ditangkap dengan baik oleh Michael Vorm. City pun unggul 1-0.

Gol itu tadi seakan meruntuhkan mental dari Swansea. Lebih-lebih, Mancini memasukkan Sergio Aguero menggantikan gelandang bertahan Manchester Blue, Nigel de Jong, semenit usai gol tersebut.

Masuk di babak kedua ,tak membuat Kun gugup atau telat beradaptasi dengan permainan. Baru semenit ia masuk, menantu Diego Maradona ini langsung menebar ancaman dengan mencetak peluang yang masih bisa digagalkan Vorm.

Sebuah debut indah dijalani Sergio Aguero. Gol kedua City, yang memang tinggal menunggu waktu saja, akhirnya terlahir dari kaki kirinya pada menit ke-68. Berawal dari overlap yang dilakukan bek kanan, Micah Richards, dan diakhiri dengan umpan silang mendatar, Kun yang tak terjaga akhirnya mencetak gol perdananya di Liga Premier Inggris. City 2, dan Swansea masih 0.

Bukan jago mencetak gol saja. Kun kali ini juga turut menyumbangkan assist untuk gol ketiga City yang dicetak oleh David Silva tiga menit berselang.

Tim tamu yang seolah habis di babak kedua ini akhirnya harus rela pulang dengan kekalahan telak 4-0, setelah Sergio Aguero dengan gol indahnya dari luar kotak penalti menutup pesta gol City di injury time.

Bukan hanya menjadi pemuncak klasemen bersama Bolton, kemenangan ini seakan menahbiskan City sebagai tim yang siap mengancam tim-tim besar lainnya untuk memburu gelar Liga Premier. Terutama rival satu kota mereka, Manchester United. (bola/mxm)

Minggu, 14 Agustus 2011

Nasionalisme dan Perbatasan

Nasionalisme di Perbatasan Kepri

Kantor Berita Antara, Minggu, 14 Agustus 2011 16:56 WIB | Profil | Dibaca 55 kali
Oleh: Henky Mohari
Warga negara di daerah perbatasan seringkali dinilai kurang memiliki rasa nasionalisme ketimbang warga yang jauh dari perbatasan negara.

Dibandingkan dengan Jakarta, misalnya, warga masyarakat di sana sering menunjukkan rasa cinta Tanah Air dan nasionalisme yang tinggi dengan berunjuk rasa serta membuat pernyataan sikap jika terjadi pergesekan atau tindakan semena-mena oleh negara tetangga.

Berbeda dengan warga perbatasan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), sangat jarang terlihat melakukan tindakan-tindakan atau pernyataan sikap yang menunjukkan rasa cinta Tanah Air dan nasionalisme yang tinggi.

Padahal Kepri langsung berbatasan dengan negara yang selalu diperdebatkan dengan segala tindakannya yang terkadang mengancam kedaulatan dan martabat bangsa.

Apakah rasa nasionalisme masyarakat Kepri sudah hilang dan luntur akibat gemerlap negara tetangga yang sangat menjanjikan kesejahteraan?.

Pertanyaan itu terkadang muncul dari teman-teman di pusat atau daerah lain yang tidak berbatasan langsung dengan negara tetangga yang misalnya sedang diperbincangkan hangat akibat tindak tanduknya.

Rasa nasionalisme daerah perbatasan khususnya di Kepri yang berbatasan dengan Singapura, Malaysia, Kamboja dan Vietnam tidak bisa disamakan dengan daerah lain atau Jakarta, kata pakar politik Zamzami A Karim.

"Orang Jakarta mengukur nasionalisme dari ukuran Jakarta, tidak pernah melihat dari perspektif masyarakat perbatasan. Terkadang maksud nasionalisme itu adalah yang menguntungkan Jakarta, tidak peduli dengan nestapa yang dirasakan masyarakat di perbatasan," kata Zamzami yang juga Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik Raja Haji Tanjungpinang.

Pengalaman sejarah antara Jakarta dan Jawa dengan komunitas daerah perbatasan menurut dia sangat jauh berbeda, terutama di Kepri.

"Dari dulu Kepri merupakan daerah yang sangat terbuka dan plural, sehingga makna nasionalisme Indonesia yang mereka rasakan tidak terlalu 'chauvinis' seperti Jakarta dengan jargon 'right or wrong is my country'," katanya.

"Pengalaman sejarah yg berbeda juga membuat ekspresi nasionalisme yang beda pula, bukan berati tidak Cinta Tanah Air," kata Zamzami.

Menurut dia, pemerintah pusat harus menunjukkan kewibawaannya berhadapan dengan negara tetangga dimulai dari kawasan perbatasan agar kepentingan nasional benar-benar dilindungi.

Negara harus berwibawa, jangan justru tunduk pada kepentingan negara lain yang membuat kita malu sebagai warga negara, katanya.

Sebagai contoh menurut dia, pemerintah tidak berdaya menghadapi penjarahan pasir, ikan, bauksit, bahkan hasil minyak bumi dan gas sehingga masyarakat tidak tahu berapa yang mengalir ke luar negeri, jangankan untuk ikut menikmatinya. "Menyedihkan," ungkapnya.

"Agar kecintaan kita terhadap Indonesia terbalaskan, kedaulatan sebagai bangsa yang merdeka yang harus ditegakkan," tegasnya.

Menurut seorang dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi International Gurindam Archipelago Tanjungpinang, Pramono, rasa nasionalisme di perbatasan akan muncul apabila terdapat persengketaan fisik yang mengganggu stabilitas dan kenyamanan bersifat ekonomi.

"Tapi kalau hanya sekedar perang urat syaraf dan perang opini, nasionalisme itu sulit muncul," kata Pramono.

Walaupun masyarakat perbatasan khususnya di Kepri menurut dia punya obsesi menjadi bagian dari negara tetangga yang lebih makmur, namun hal itu akan berangsur terkikis apabila negara mampu memperbaiki taraf hidup dan ekonomi mereka yang di perbatasan itu.

"Kunci nasionalisme adalah domain negara dan negara bertanggung jawab untuk menumbuhkembangkan rasa nasionalisme warga negara," katanya.

Pengaruh Budaya

Rasa nasionalisme di Kepri tidak lepas dari pengaruh kesamaan budaya dan rasa persaudaraan seperti dengan negara tentangga Singapura dan Malaysia.

Kepri secara historis memiliki hubungan emosional dengan Malaysia dan Singapura. Bahkan dulu wilayah Malaysia, Singapura adalah satu bagian kesultanan Melayu yang tak terpisahkan.

"Karena adanya hubungan emosional itulah, makanya orang di Kepri tidak terlalu berlebihan menyikapi sentimen yang berkembang di antara negara," kata Trisno Aji Putra yang juga dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi International Gurindam Archipelago Tanjungpinang.

Namun tetap saja menurut dia yang harus digarisbawahi adalah Kepri sudah memutuskan menjadi bagian tak terpisahkan dengan Indonesia, sementara pada sisi lain warga Kepri tetap menganggap orang Malaysia dan Singapura adalah bagian dari saudara mereka.

"Ini yang harus dilihat secara lebih mendalam," ujarnya.

Jadi untuk memandang nasionalisme di Kepri, bisa dilihat dari teori kedaulatan di perbatasan. Bahwa terkadang kawasan perbatasan agak "aneh" dibanding kawasan lain, sebab di perbatasan bukannya nasionalisme sudah luntur, tetapi karena adanya hubungan emosional, sejarah, budaya dan lain sebagainya yang terjadi di masa lalu.

Kawasan di Kepri juga sedikit unik, satu sisi mengakui bagian dari Indonesia, namun terkadang mata uang yang digunakan adalah dolar Singapura dalam bertransaksi.

Kecenderungan masyarakat Kepri yang suka produk Singapura atau Malaysia, menurut dia bukan persoalan nasionalisme, tetapi lebih kepada motif ekonomi.

"Pembeli tentu ingin mencari barang yang lebih murah dan berkualitas dibanding yang mahal, karena dekat secara geografis, maka itu membuat barang dari Singapura dan Malaysia harganya lebih murah dibanding produk serupa dari Jakarta. Jadi itu murni motif ekonomi, bukan persoalan lunturnya nasionalisme," katanya menegaskan.

Pramono juga menilai kesamaan budaya secara kasat mata mempengaruhi perilaku masyarakat perbatasan di Kepri, karena menyangkut pertalian sejarah budaya.

"Pertalian budaya dan adanya hubungan emosional lebih kental dibanding kesadaran bela negara. Kekuatan kesamaan kultur itu mengalahkan kekuatan ideologi dan teritorial," kata Pramono.

Selain itu, masyarakat tempatan (asli) menurut dia lebih bersifat semangat kedaerahan dibadingkan dengan masyarakat pendatang di Kepri karena pertalian sejarah itu.

Namun Pramono berharap rasa nasionalisme bisa dipupuk di perbatasan karena masyarakat perbatasan adalah benteng terkhir wilayah otritas negara.

Tetap Tinggi

Rasa nasionalisme warga Kepri menurut Zamzami tetap tinggi, walaupun mereka selalu membandingkan nasib mereka dengan saudara-saudara mereka di negara tetangga.

Hal itu menurut dia juga ditunjukkan dengan tidak banyak warga yang secara serius mau pindah kewarganegaraan hanya karena perbedaan kesejahteraan.

"Sepatutnya hal itu bisa mendorong pemerintah pusat agar menaruh perhatian besar kepada kesejahteraan masyarakat perbatasan, terutama meningkatkan infrastruktur, agar mendapat kemudahan akses ke berbagai pusat ekonomi," katanya.

Usaha pemerintah saat ini menurut dia sudah ada, tetapi mungkin belum sistematis karena selalu muncul program yang sifatnya tidak berjangka panjang dan berkelanjutan. Misalnya membantu nelayan dengan alat tangkap dan perahu, permodalan usaha, atau bedah rumah.

"Itu semua hanya bersifat jangka pendek, dan biasanya tidak 'sustainable' (berkesinambungan) agar bisa diukur dampak program-program tersebut dari tahun ke tahun yang bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat perbatasan," ujarnya.

Salah seorang pegawai di Pemerintahan Provinsi Kepri, Patrick Nababan mengatakan nasionalisme itu tidak dilihat dari sisi yang sempit dan juga bukan hanya dengan turun ke jalan-jalan meneriakkannya.

"Dengan kita bekerja, membangun membangun daerah berarti kita sudah berusaha mempertahankan dan memberikan kemakmuran bangsa dan negara. Masyarakat perbatasan adalah masyarakat yang sangat nasionalis," katanya.

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Junaidi Fajri mengatakan rasa nasionalisme warga perbatasan memiliki grafik yang berdeda-beda, ada yang rendah, tinggi atau sedang.

"Hal itu dipengaruhi oleh faktor kemajuan sebuah daerah yang meliputi tingkat pendidikan, ekonomi, atau perkembangan sebuah kawasan tersebut," kata Junaidi.

"Tingkat kemajuan sangat berperan penting dengan sebuah rasa nasionalisme, dan hal yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah lebih pro aktif melihat keadaan masyarakat untuk mensejahterakannya serta membuat suatu kawasan tersebut dapat bersaing dengan daerah tetangga yang lebih maju," tambahnya.

Trisno Aji Putra yang juga mantan wartawan harian lokal di Kepri menambahkan, yang harus dipikirkan pemerintah pusat adalah membangun kawasan perbatasan yang menjadi pintu gerbang Indonesia.

Kalau gerbangnya sejahtera, maka dipastikan tidak akan ada masalah di perbatasan, dengan kata lain nasionalisme di perbatasan itu meningkat seiring meningkatnya pembangunan atau pemberdayaan masyarakatnya," katanya yang juga seorang penulis buku.

Godaan terbesar suatu daerah ingin lepas dari negara kesatuan adalah persoalan kesejahteraan dan keadilan, bila dua masalah itu terselesaikan, maka tidak akan ada gejolak di perbatasan, katanya.

Kepri menurut dia sudah tuntas membahas masalah tersebut sehingga sudah diputuskan Kepri bagian dari Indonesia.

"Kalau pun ada riak, itu hanya karena persoalan kesejahteraan bukan karena rasa nasionalisme luntur," ujarnya.

(ANT-HM/B009/Btm3)

COPYRIGHT © 2011