Senin, 31 Desember 2007

Senjakala Dunia Pariwisata Tanjungpinang

INILAH senjakala dunia pariwisata Tanjungpinang. Berdasarkan data yang dimiliki oleh Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Tanjungpinang, terjadi penurunan angka wisatawan yang signifikan sejak tahun 2002 lalu.
Sepanjang 2004, angka kunjungan wisatawan asing ke Tanjungpinang mencapai 174.038. Lalu 2005, turun menjadi 141.339, dan turun lagi pada tahun 2006 menjadi 130.021. Dan tahun 2007 ini, seperti sudah bisa ditebak, terjadi lagi penurunan. Sampai pukul 14.00 WIB 31 Desember sore, Ketua PHRI Tanjungpinang Rudy Chua menjelaskan bahwa angka kunjungan belum sampai 120 ribu orang.
Mungkin, Anda yang sempat menikmati hidup di Tanjungpinang pada sekitar 1992-2002 lalu masih ingat, betapa surganya kota kecil ini bagi wisatawan asing. Apalagi pada dekade 1990-an, para backpacker, petualang dari seluruh kolong jagat, menjadikan Lorong Bintan sebagai daerah yang wajib mereka singgahi dalam traveling mereka dari Asia menuju Australia, ataupun sebaliknya. Lalu penghujung 1990-an, giliran wisatawan Singapura dan Malaysia yang mengembangkan budaya weekend saban minggu dengen plesiran di Tanjungpinang.
Bahkan saking seringa mereka berkunjung ke Tanjungpinang, tidak sedikit dari wisatawan itu yang akhirnya menikahi perempuan-perempuan yang mereka temukan di Tanjungpinang. Ringgit dan dolar Singapura pun mereka hamburkan saat menikmati Sabtu dan Minggu di Tanjungpinang.
Tapi itu dulu. Semua kisah surga pariwisata itu berhenti ketika pendulum waktu sampai pada 2002. Terakhir, angka kunjungan wisatawan asing tahun 2002 mencapai 197.508 orang. Sebelum 2002, angkanya jauh lebih tinggi, bahkan bisa melampaui di atas 250 ribu jiwa pertahunnya.
Rudy Chua yang juga pengelola beberapa hotel di Tanjungpinang ini masih ingat betul bagaimana pada era 1992-2002, seluruh kamar hotel terisi penuh tiap penghujung minggu. Bahkan tidak ada kamar yang diistirahatkan oleh pengelola hotel. Padahal jumlah kamar hotel di Tanjungpinang saat itu mencapai angka sekitar 1300 kamar. Bagi yang punya modal besar, mereka bangun hotel berbintang, sementara yang modal pas-pasan, membangun hotelk melati. Dunia perhotelan menmggeliat karena terimbas dari tingginya angka kunjungan wisatawan asing.
Tapi mari kita simak lagi data PHRI Tanjungpinang 2007. Bila pada masa emas 1992-2002 itu, dari 1300 kamar hotel, 90 persennya diisi oleh wisatawan asing dan 10 persennya lokal, kini justru terbalik. Hanya sepuluh persen wisatawan asing yang singgah di Tanjungpinang dan menginap di hotel. Sementara 90 persennya lebih mengandalkan tamu lokal. Untunglah pusat pemerintahan Kepri di pindah ke Tanjungpinang, sehingga banyak tamu lokal yang datang ke kota ini danmenginap di hotel. Selain itu, pengelola juga menyediakan jasa ruang pertemuan yang sering dipakai oleh Pemda untuk mengelar acara. Itu strategi mereka bertahan hidup saat ini. Selebihnya, tidak ada.
Maka dalam refleksi akhir tahun dunia pariwisata Tanjungpinang ini, PHRI menurut Rudy terus berharap ada mukjizat di tahun 2008. Mukjizat bukan untuk mengembalikan kejayaan dunia pariwisata Tanjungpinang seperti era 1992-2002. “Kalau penurunan angka kunjungan wisatawan asing ini bisa dihentikan, itu sudah lebih dari cukup,” kata Rudy berseloroh. Artinya, ia melihat, memang terlalu muluk untuk melihat Tanjungpinang akan dibanjiri wisatawan lagi, seperti pada era 1992-2002. Jadi, bisa dihentikannya laju penurunan angka kunjungan wisatawan tahunan saja, menurut Rudy sudah bisa membuat pengelola dunia pariwisata merasa cukup senang.
Rudy berusaha menghitung angka kasar, berapa besar kerugian yang harus diterima oleh Tanjungpinang akibat dari menurunnya angka kunjungan wisatawan ini. Berdasarkan data nasional, satu wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia rata-rata akan menghabiskan dana empat sampai enam juta. “Nah, untuk Tanjungpinang, kita ambil saja angka satu juta rupiah per satu wisatawan asing,” kata Rudy. Berarti, bila terjadi penurunan jumlah wisatawan sampai sekitar 80 ribu orang selang waktu lima tahun terakhir, Rudy menaksir, sudah ada sekitar Rp 80 milyar yang hilang. Itulah potensi dana segar yang lenyap dari Kota Tanjungpinang lima tahun terakhir. (trisno aji putra)

Tidak ada komentar: