Tomioka
BEBERAPA bulan lalu, masih ada 52 ribu orang yang menghuni kota itu. Tapi kini,
Tomioka adalah kota hantu, dengan tak seorang
pun berani tinggal di sana .
Adalah nuklir yang menjadi hantu itu. Kebocoran reaktor
nuklir yang tak jauh dari kota , telah membuat
pemerintah Jepang mengambil keputusan cepat: mengungsikan seluruh warga kota .
Kini, di depan batas kota ,
serdadu berjaga dengan moncong senapan terkokang. Tidak ada seorang pun boleh
masuk ke dalam kota .
Seandainya kita bisa masuk ke sana ,
maka kita bisa berimajinasi bahwa kita menjadi orang yang serba “ter” di kota itu. Kita bisa
mengatakan diri kita terkaya, tercantik, termuda, atau bahkan tertua di kota itu. Sebab, tak ada
seorang pun lagi di sana
yang bisa menjadi pembanding kita. Tapi siapakah yang berani masuk Tomioka
sekarang?
Jalan-jalan kota
menjadi lengang. Gedung bertingkat, mall, pasar, sampai tempat ibadah menjadi
bisu. Buah peradaban manusia itu pun akhirnya bakal hancur oleh manusia itu
sendiri.
Mari kita bayangkan sekarang: andai tak perlu ada rasa
permusuhan, andai tidak ada ego intelektual, andai tak ada dana rakyat yang
digunakan untuk membangun reaktor nuklir.
Dunia kini tengah tumbuh dalam rasa permusuhannya sendiri. Para petinggi negara dari belahan utara sampai selatan
bisa duduk bareng dan menjadi anggota PBB. Setelah sidang, mereka bisa
bersalam-salaman dan berpose dengan senyum perdamaian menghiasi wajah. Tapi
ketika mereka pulang ke negerinya, maka para pemimpin negara itu pun meneken persetujuan
untuk membangun persenjataan militer, dan mengucurkan dana untuk proyek nuklir.
Sampai saat ini, nuklir masih dianggap sebagai senjata
pamungkas. Mirip dengan keris Tamin Sari yang pernah dimiliki Hang Tuah dulu. Amerika
dan Israel kini mati-matian memojokkan Iran karena proyek nuklirnya. Tapi di
dalam negeri mereka sendiri, dua negara itu pun membangun kekuatannya nuklirnya
juga.
Sejumlah futurolog pun kemudian mendeskripsikan masa depan
kita yang suram: bahwa perang dunia ketiga akan dipungkasi oleh kehancuran
global akibat nuklir. Setelah itu, bisa jadi kiamat datang.
Mari kita kembali ke Tomioka. Di antara 52 ribu penduduk kota di sana ,
terselip belasan ribu anak-anak yang langkahnya masih panjang. Kini nuklir
telah merengut tempat bermain mereka, memindahkan mereka ke tenda-tenda
pengungsian. Dan sebentar lagi, para sejarawan Jepang pun akan segera menghapus
Tomioka dari peta negara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar