Kamis, 02 Februari 2012

Tomioka


Tomioka

BEBERAPA bulan lalu, masih ada 52 ribu orang yang menghuni kota itu. Tapi kini, Tomioka adalah kota hantu, dengan tak seorang pun berani tinggal di sana.

Adalah nuklir yang menjadi hantu itu. Kebocoran reaktor nuklir yang tak jauh dari kota, telah membuat pemerintah Jepang mengambil keputusan cepat: mengungsikan seluruh warga kota.

Kini, di depan batas kota, serdadu berjaga dengan moncong senapan terkokang. Tidak ada seorang pun boleh masuk ke dalam kota.

Seandainya kita bisa masuk ke sana, maka kita bisa berimajinasi bahwa kita menjadi orang yang serba “ter” di kota itu. Kita bisa mengatakan diri kita terkaya, tercantik, termuda, atau bahkan tertua di kota itu. Sebab, tak ada seorang pun lagi di sana yang bisa menjadi pembanding kita. Tapi siapakah yang berani masuk Tomioka sekarang?

Jalan-jalan kota menjadi lengang. Gedung bertingkat, mall, pasar, sampai tempat ibadah menjadi bisu. Buah peradaban manusia itu pun akhirnya bakal hancur oleh manusia itu sendiri.

Mari kita bayangkan sekarang: andai tak perlu ada rasa permusuhan, andai tidak ada ego intelektual, andai tak ada dana rakyat yang digunakan untuk membangun reaktor nuklir.

Dunia kini tengah tumbuh dalam rasa permusuhannya sendiri. Para petinggi negara dari belahan utara sampai selatan bisa duduk bareng dan menjadi anggota PBB. Setelah sidang, mereka bisa bersalam-salaman dan berpose dengan senyum perdamaian menghiasi wajah. Tapi ketika mereka pulang ke negerinya, maka para pemimpin negara itu pun meneken persetujuan untuk membangun persenjataan militer, dan mengucurkan dana untuk proyek nuklir.

Sampai saat ini, nuklir masih dianggap sebagai senjata pamungkas. Mirip dengan keris Tamin Sari yang pernah dimiliki Hang Tuah dulu. Amerika dan Israel kini mati-matian memojokkan Iran karena proyek nuklirnya. Tapi di dalam negeri mereka sendiri, dua negara itu pun membangun kekuatannya nuklirnya juga.      

Sejumlah futurolog pun kemudian mendeskripsikan masa depan kita yang suram: bahwa perang dunia ketiga akan dipungkasi oleh kehancuran global akibat nuklir. Setelah itu, bisa jadi kiamat datang.

Mari kita kembali ke Tomioka. Di antara 52 ribu penduduk kota di sana, terselip belasan ribu anak-anak yang langkahnya masih panjang. Kini nuklir telah merengut tempat bermain mereka, memindahkan mereka ke tenda-tenda pengungsian. Dan sebentar lagi, para sejarawan Jepang pun akan segera menghapus Tomioka dari peta negara itu.

Kota itu akan menjadi kota yang hilang, seperti halnya Atlantis dulu. Namun tidakkah kita pernah menyadari bahwa, kita akan selalu gagal untuk menghapus kota itu dari ingatan belasan ribu anak-anak Tomioka. Setiap kita pasti memiliki kenangan masa kecil yang indah, tempat di mana kita tumbuh dalam keceriaan. Dan tempat itulah yang tak akan pernah bisa terengut dari ingatan kita, sampai maut kemudian datang ke dalam diri kita. *  

Tidak ada komentar: